Jalan jalan itu menyenangkan dan ngga ada bosennya, apalagi jalan-jalannya di negeri tercinta, Indonesia. Mau tempat yang udah didatengin berkali-kali pun akan selalu ada adventure baru dan kenangan tersendiri. Kali ini saya pergi ke Makassar. Tujuan utamanya sih nemenin Cumi ke kondangan. Tapi aku mah apa atuh kalo pergi ke satu tempat tanpa melakukan hal-hal lain (baca: jalan-jalan, kuliner dan bengong liatin universe *duile~). Jauh-jauh hari sebelum pergi saya udah berencana ingin ke suatu tempat yang belum pernah saya datangi ketika dulu saya ke sini. Namanya adalah Rammang Rammang.
Dalam bahasa Makassar, rammang artinya adalah kabut/awan. Cuaca di sana berkabut di pagi hari apalagi sehabis hujan––sehingga terlihat remang remang gitu (sotoy banget nyimpulin sendirik!). Rammang Rammang adalah Gugusan Pegunungan Kapur (karst) yang terletak di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi Makassar. Lokasinya tidak jauh dari bandara udara dan jika ditempuh menggunakan kendaraan mobil dari Makassar kurang lebih sekitar 2 jam.
Kalau di sini saya bilang keindahan alam Indonesia dan peninggalan sejarahnya itu ngga kalah okenya sama Machu Picchu di Peru, sekarang lagi-lagi saya bisa bilang kalau Taman Hutan Batu ini juga ngga kalah oke! Why? Wisata Taman Hutan Batu Rammang Rammang ini adalah karst terbesar ketiga setelah Madagaskar (Taman Hutan Batu Tsingy) dan Cina (Taman Hutan Batu Shilin). We should (((MUST))) be proud of being Indonesian guys!
Tujuan kami adalah Desa Rammang Ramang alias Kampung Berua, sebuah kampung terpencil yang dikelilingi pegunungan kapur. Menuju ke sana menggunakan perahu kecil dari Dermaga Rammang Rammang menyusuri Sungai Pute. Kami sempat nyasar sampai ke Taman Hutan Bantimurung, tidak tahu kalau untuk menuju dermaga ini kami masuk ke Leang Leang atau lebih gampangnya menuju pertigaan arah PT. Semen Bosowa. Sepanjang jalan menuju Dermaga kita bisa melihat hamparan sawah dan gugusan gunung kapur yang indah.
Satu kata buat tempat wisata ini: EKSOTIS. Why not? kita menyisiri sungai yang berhiaskan hutan bakau, pohon nipah, gugusan pegunungan kapur, beberapa jenis burung endemik dan ketika sampai di Kampung Berua kita disuguhkan hamparan sawah dan hutan tropis serta gugusan pengunungan kapur yang mengeliling tempat ini. Sungguh indah bukan? Kalau cuaca cerah, ini amazing banget deh! (hampir selalu saya bepergian cuaca mendung cenderung hujan, apakah aku tamu agung? eaaaaa). Selain Kampung Berua, terdapat beberapa wisata lainnya seperti Taman Hutan Batu Kapur (pastinya), Telaga Bidadari, Gua Telapak Tangan, Gua Pasaung, dan Gua Bulu’ Barakka’.
Dalam bahasa Makassar, rammang artinya adalah kabut/awan. Cuaca di sana berkabut di pagi hari apalagi sehabis hujan––sehingga terlihat remang remang gitu (sotoy banget nyimpulin sendirik!). Rammang Rammang adalah Gugusan Pegunungan Kapur (karst) yang terletak di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi Makassar. Lokasinya tidak jauh dari bandara udara dan jika ditempuh menggunakan kendaraan mobil dari Makassar kurang lebih sekitar 2 jam.
Kalau di sini saya bilang keindahan alam Indonesia dan peninggalan sejarahnya itu ngga kalah okenya sama Machu Picchu di Peru, sekarang lagi-lagi saya bisa bilang kalau Taman Hutan Batu ini juga ngga kalah oke! Why? Wisata Taman Hutan Batu Rammang Rammang ini adalah karst terbesar ketiga setelah Madagaskar (Taman Hutan Batu Tsingy) dan Cina (Taman Hutan Batu Shilin). We should (((MUST))) be proud of being Indonesian guys!
Tujuan kami adalah Desa Rammang Ramang alias Kampung Berua, sebuah kampung terpencil yang dikelilingi pegunungan kapur. Menuju ke sana menggunakan perahu kecil dari Dermaga Rammang Rammang menyusuri Sungai Pute. Kami sempat nyasar sampai ke Taman Hutan Bantimurung, tidak tahu kalau untuk menuju dermaga ini kami masuk ke Leang Leang atau lebih gampangnya menuju pertigaan arah PT. Semen Bosowa. Sepanjang jalan menuju Dermaga kita bisa melihat hamparan sawah dan gugusan gunung kapur yang indah.
Satu kata buat tempat wisata ini: EKSOTIS. Why not? kita menyisiri sungai yang berhiaskan hutan bakau, pohon nipah, gugusan pegunungan kapur, beberapa jenis burung endemik dan ketika sampai di Kampung Berua kita disuguhkan hamparan sawah dan hutan tropis serta gugusan pengunungan kapur yang mengeliling tempat ini. Sungguh indah bukan? Kalau cuaca cerah, ini amazing banget deh! (hampir selalu saya bepergian cuaca mendung cenderung hujan, apakah aku tamu agung? eaaaaa). Selain Kampung Berua, terdapat beberapa wisata lainnya seperti Taman Hutan Batu Kapur (pastinya), Telaga Bidadari, Gua Telapak Tangan, Gua Pasaung, dan Gua Bulu’ Barakka’.
Perahu yang digunakan menuju ke sana ada dua jenis; perahu motor (katinting) atau perahu dayung (sampan). Biasanya, turis asing lebih menyukai menggunakan sampan. Harga sewa katinting IDR 250,000 PP, bisa muat hingga 5 orang.
Populasi di Kampung Berua ini hanya terdiri dari 16 kepala keluarga. Mata pencaharian mereka adalah sebagai petani sawah dan tambak. Ketika kami sampai di sana, kolam tambaknya sedang kering, karena habis diberi racun agar nantinya tidak ada ikan yang menghambat proses tambak udang. Transportasi mereka menuju jalan utaman adalah transportasi air melalui Sungai Pute. Waktu saya balik Cumi melihat ada anak kecil berseragam sekolah naik perahu menuju Kampung Berua, kesimpulan kasar kami berarti tempat ini hanya tempat tinggal bercocok tanam dan bertambak, sedangkan akses lainnya seperti sarana kesehatan dan pendidikan mereka harus menggunakan perahu menuju desa. Di sini mereka menggunakan aliran listrik dari genset dan solar panel. Belum ada aliran listrik dari PLN. Dan, lokasi ini baru mulai ramai dikunjungi di tahun 2012. Kami belum sempat ke Telaga Bidadari dan tempat lainnya karena waktu yang mepet (akibat nyasyaar) dan becek en salah pake sepatu (pake sepatu keds putih dan bukan sepatu trekking yang nyaman biarin mau kotor juga haha).
Dibandingkan tempat wisata lain yang berada di Maros (Taman Nasional Bantimurung dan lainnya) tempat ini belum begitu diperhatikan oleh Dinas Pariwisata setempat dan oleh warga sekitar juga dibiarkan agar menyebarnya dari mulut ke mulut agar mengatisipasi lonjakan pengunjung. Bisa dibilang, ini adalah hidden paradise yang belum terjamah (better still like this in my honest opinion hehehehe). Jika ingin ke sini di malam hari juga bisa, namun ada baiknya memesan dulu karena ditakutkan tidak ada perahu yang standby di dermaga malam hari. Di malam hari banyak kunang-kunang, milkway (pada waktu tertentu) dan pastinya hamparan bintang di langit. Di sini belum ada penginapan, tapi tenang saja kita bisa kok menginap di rumah penduduk. Jangan lupa jaga kebersihan ya jika mampir! Ada yang pernah kesini ngga? Sharing dong ceritanya :)
Will I back to this place? yabsolutely. Karena yang pertama itu pasti memetakan dulu. Dan karena sekali saja tidak cukup tsaaaay~~~~ ciaelah!
Will I back to this place? yabsolutely. Karena yang pertama itu pasti memetakan dulu. Dan karena sekali saja tidak cukup tsaaaay~~~~ ciaelah!
Happy explore.....
completely agree mbak karin.. tempat ini keren banget..kami baru kesana bulan lalu, dan still amaze with this place.
ReplyDelete